Letter from Dr Mohamed Beltaji to his martyred daughter
Putriku tercinta dan guruku yang mulia.. Asma al-Beltaji, aku tidak
mengucapkan selamat tinggal padamu, tapi kukatakan bahwa besok kita akan
bertemu lagi.
Kau telah hidup dengan kepala terangkat tinggi, berjuang melawan
tirani dan belenggu serta mencintai kemerdekaan. Kau telah hidup sebagai
seseorang yang diam-diam mencari cakrawala baru untuk membangun kembali
bangsa ini, memastikan tempatnya di tengah-tengah peradaban.
Kau tidak pernah dijajah oleh perkara sia-sia yang menyibukkan para
remaja se usiamu. Meskipun pendidikan tidak mampu memenuhi aspirasi dan
ketertarikanmu, kau selalu yang terbaik di kelas
Aku tidak punya cukup waktu untuk membersamaimu dalam hidup singkat ini,
terutama karena waktuku tidak memungkinkan untuk menikmati kebersamaan
denganmu. Terakhir kali kita duduk bersama di Rabaa Al Adawiya kau
berkata padaku, "Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah tetap sibuk" dan
kukatakan "Tampaknya bahwa kehidupan ini tidak akan cukup untuk
menikmati setiap kebersamaan kita, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar
kita menikmatinya kelak di surga."
Dua malam sebelum kau dibunuh, aku melihatmu dalam mimpiku dengan gaun
pengantin putih dan kau terlihat begitu cantik. Ketika kau berbaring
disampingku aku bertanya, "Apakah ini malam pernikahanmu?" kau menjawab,
"Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam". Ketika mereka bilang
kau dibunuh pada Rabu sore aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu
Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinanku
bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada
kebathilan.
Aku merasa sangat terluka karena tidak berada di perpisahan terakhirmu
dan tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium keningmu, dan
memilki kehormatan untuk memimpin shalat jenazahmu. Aku bersumpah demi
Allah sayang, aku tidak takut kehilangan nyawaku atau penjara yang tidak
adil, tapi aku ingin membawa pesan yang kau telah berkorban nyawa
ntuknya, untuk menyelesaikan revolusi, untuk menang dan mencapai
tujuannya.
Jiwamu telah dimuliakan dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran.
Peluru tajam telah membelah dadamu. Yang menurutku luar biasa dan penuh
dengan kebersihan jiwa. Aku yakin bahwa kau jujur kepada Allah dan Dia
telah memilihmu di antara kami, memberimu kehormatan dengan pengorbanan.
Akhirnya, putriku tercinta dan guruku yang mulia... aku tidak
mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa kita akan
segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di
surga, dimana keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan
menjadi kenyataan.
__
NB: Asmaa Mohamed El Beltaji berusia 17 tahun dan adalah antara yang
dibunuh pada tragedi berdarah di Medan Rab'ah (14/8/2013). Beliau adalah
putri satu-satunya Mohammed El Beltaji, seorang pimpinan Ikhwanul
Muslimin.
*diterjemahkan oleh @nastarabdullah dari http://www.middleeastmonitor.com/news/africa/7007-letter-from-dr-mohamed-beltaji-to-his-martyred-daughter
Copas : http://www.pkspiyungan.org/2013/08/surat-muhammad-beltaji-pada-putrinya.html
0 Comments