Kadang kala kau akan menemukan kedangkalan dirimu dari orang yang kau kira biasa saja, dan memang, Tuhan tak sekalipun memberi kita hak untuk merasa lebih baik dari siapapun, bahkan dari seorang pendosa.
___________
Saya
tidak tahu harus memulai dari mana tentang ini. Tetapi karena saya merasa “hilang”
oleh sebuah niat manis gadis yang ingin menjadi hafidzah, rasanya tidak bijak
untuk mengabaikan ini.
Gadis
itu menitikkan air mata ketika saya bertanya tentang motivasinya menjadi
hafidzah, sedang bacaan Qur’annya masih jauh dari sempurna, lidahnya kelu di
antara makhraj dan kaku mengenali hukum tajwid.
Gadis
itu menjawab, tidak kurang tidak lebih :
“Orang
tua saya berantakan kak. Ibu shalatnya tidak jelas, ayah sering mabuk-mabukan. Saya
ingin, jika bisa, menolong mereka ke syurga dengan menghafal Qur’an. Saya tidak
mau sendiri...”
Jleb!!
Gadis
ini, .....
Dia
memikirkan dirinya di hari pembalasan. Mungkin dibayangkannya ketika Malaikat
mengantarnya ke gerbang syurga sementara ibu ayahnya meronta-ronta di tepi
jurang neraka, dia tidak ingin sendiri ke syurga......
Tapi
niat mulianya tidak berkesan di hati orangtuanya, ketika ia putuskan masuk Tahfidzul Quran lii Banats sang ibu memperingatinya, : “kau tidak bisa...
masuk saja ke kelas IPA.” Gadis ini kukuh, Si Ibu kembali berkata, dengan
sedikit ancaman : “ya, masuk tahfidz sana, kalau 5 bulan tidak ada hasil kamu harus
masuk kelas IPA !”
“kak.... tolong bantu saya” ujarnya lirih, memohon.
___________
Begitulah....
Tiba-tiba
saja saya demikian bersyukur sebagai Ustadzah di Tahfidz ini, menjadi bagian
dari perjalanan cita-cita akhirat adik-adik hafidzah. Inilah puncak makna
menjadi pemikul al-Quran.
Saya
benar bersyukur untuk itu.
0 Comments