Bismillahirrahmanirrahim….
Bersama Keluarga Baru... :) |
Kalau
sudah terlanjur mampir di sini, saya harap kalian tidak merasa tersesat dan
menyesal… heheh, jadi, selamat membaca…..
Kali
ini tulisan ringan saja, tapi karena secara pribadi ini mengesankan, jadilah
saya abadikan di ruang ini.
Beberapa
minggu lalu, yang minggunya sudah agak kelamaan sebenarnya, sebelum Idul
Adha-lah, Suami saya yang penyayang dan baik hati itu mengajak jalan-jalan ke
sebuah Dusun tempat penelitian *S3-nya. (yang pake bintang itu mengandung dusta
pemirsa) heheh..
Waktu
mengajak katanya : ” tempatnya cantik de, ada dermaganya, ada rumah-rumahan
bisa duduk-duduk santai, lautnya bersih, sekalian silaturrahmi ke ketua kelompok
Bakko Lestari, sudah lama itu nasuruhka ajakki ke sana jalan-jalan…”
Dari
hal-hal yang dipaparkan dalam bujukannya, saya sebenarnya lebih tertarik ke pemandangan
yang menjanjikan itu ketimbang silaturrahimnya… ups! Dan jadilah, saya bersiap-siap
dengan sepenuh hati. Memilih baju biru muda dengan motif polkadot dan dipadu jilbab biru muda polos,
niatnya sih biar lebih berpadu sama latar lautnya kalau nantinya berfoto di
sana. (Ketahuankan, niatnya memang mau pergi menghabiskan memori kamera) -_-‘
Rencana
berangkat pagi-pagi bergeser ke jam
10.20, karena rapat di kampus. Kami berangkat dengan motor milik kakak ipar,
hari itu udara panas sekali, tapi di hati rasanya adem dan berbunga-bunga. Begitulah
saya kalau di ajak kemana-kemana, Sukkaaaaaaaa skaliii….
Di
jalan, kami mampir beli cemilan-cemilan untuk teman santai nanti di sana, Kak
Miftah juga tidak lupa beli oleh-oleh buat ketua kelompok Bakko Lestari. Setelah
perjalanan yang cukup lama, di bawah terik matahari yang menyengat, tibalah
kami memasuki perkampungan pesisir.
Kak
Miftah mulai melambatkan laju motornya, sesekali ia turun dari motor untuk
ambil gambar sebagai dokumentasi penelitiannya, saat melihat pemandangan
perkampungan di sana rasanya mulai agak
sedikit curiga, jangan-jangan tempat yang katanya cantik itu bakalan jauh dari
harapan.
Sepanjang
jalan, karena ini musim kemarau yang sangat, inilah yang saya lihat : Sawah-sawah kering
kerontang, ternak-ternak kurus dan kelelahan, bapak-bapak masyarakat banyak
yang duduk bertelanjang dada berteduh di bawah rumah panggung mereka sambil mengibaskan
kipas ala kadarnya untuk mengusir panas, kolam-kolam ikan mengering, dan bau
amis bangkai ikan benar-benar membuat layu bunga-bunga yang tadinya bermekaran
di hati saya. Rasanya benar-benar
fatamorgana………
Tibalah
kami di tempat tujuan. Dusun Binanga Sangkara Desa Ampekalle Kecamatan Bontoa Kabupaten
Maros. Untuk pertama kalinya saya
menginjakkan kaki di tempat ini setelah 25 tahun saya hidup di Maros, padahal ini masih bagian Maros, tapi rasanya jauuuuuuuuuuuuhhh skali, tiap kali motor berbelok, saya kira sudah sampai! ternyata masih ada belokan lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi. Seperti saya sedang datang ke “Negri Far Far Away” dalam serial kartun Shrek. Hahahah…
Setelah memarkir motor di kolong rumah warga, kami menuju dermaga. Kapal-kapal
nelayan banyak yang bersandar karena air laut surut, bahkan sampai di ujung dermaga
semuanya kering. Pupuslah harapan saya untuk berpose cantik dengan latar
belakang laut, kenyataannya yang saya dapati hanyalah anak-anak kepiting yang
sedang bermain petak umpet dari satu lobang ke lobang yang lain, saya melihat
mereka dan membayangkan Mr. Krabs dari Bikini Bottom sedang menikmati musim
panas, yah, mungkin semacam inilah sebenarnya.
Ini beberapa gambar saja yang saya ambil, sekedar jadi kenangan
kali pertama menginjak kaki di “negri Far Far Away” dusun Ampekalle itu…
kering.. |
Kering lagi... |
Masih kering... |
Kering Juga... |
Lumayanlah... |
Hm, yang di atas itu sebenarnya tulisan pembuka saja. Inilah
Kesannya…
Setelah puas bersantai di dermaga, kami menuju rumah ketua kelompok
Bakko Lestari. Ia-nya seorang ibu, namanya ibu Jamilah. Begitu kami datang,
MasyaAllah, sambutannya, kami bersalaman dan ia langsung saja terasa hangat
bagi saya. Wajahnya tak henti berbinar, kami dihidangkan makan siang dengan
menu kepiting hasil budidayanya. Hari itu,
ada beberapa ibu-ibu yang sedang mengerjakan kepiting, mereka memisahkan daging
dari cangkangnya untuk diolah selanjutnya. Sambil memilah kepiting, Ibu Jamilah
bercerita, katanya “Alhmdulillah sekarang jalan sudah bagus, dulu itu, waktu Pak
Miftah dan Bang Cawi masuk ke sini untuk melatih kita-kita, jalanan itu masih
jelek. Alhamdulillah, ada orang yang mau jauh-jauh datang ke sini kasi’ kita
ilmunya untuk olah kepiting jadi kripik, ajar kita cara membibit bakau juga”.
Yah, beginilah orang-orang
yang mensyukuri kehadiran kita dalam hidup mereka. Saya mengerti mengapa suami
saya lebih suka kerja-kerja lapangan yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat ketimbang jadi PNS atau karyawan kantoran, ternyata, pekerjaan seperti ini lebih menghidupkan
kehidupan. Pekerjaan yang lebih banyak mengundang doa-doa dari orang-orang yang
berterima kasih atas ilmu yang sebenarnya tidak banyak tapi bersedia diajarkan,
pekerjaan yang membuat hidup orang lain lebih memiliki arti, nilai, dan
martabat. Benarlah yang dikatakan Rasulullah, sebaik-baik kalian adalah yang
paling banyak memberi manfaat.
Sepulang dari sana, di atas motor, saya memikirkan tentang
pekerjaan suami saya. Bahwa nafkah, ternyata tidak selalu adalah materi. Nafkah
juga, adalah saat suami memiliki waktu untuk membahagiakan istri, (seperti mengajak
saya jalan-jalan, heheh), juga, mengajari makna dan arti kehidupan dengan cara
yang lembut, atau lebih dari itu, nafkah adalah ketika doa-doa mengalir untuk
kita dari orang-orang yang merasakan manfaat dari pekerjaan mencari nafkah itu
sendiri.
Seperti hari itu, saya merasa mendapat keluarga baru, keluarga yang akan saling mendoakan dalam kebaikan.
Bersama bu Jamila |
Semoga senantiasa dilimpahi keberkahan untukmu, bu Jamilah dan keluarga. Dari kami, Sekeluarga. |
0 Comments