Pernahkan
kita berfikir, mengapa Tuhan meletakkan ketenangan pada sesuatu yang tidak bisa
kita ukur jumlahnya; harta yang banyak, kedudukan yang tinggi, keturunan yang
banyak, kecerdasan, dan lainnya.
Tuhan justru
meletakkan ketenangan di antara dua rasa; pasrah dan cukup. Sabar dan Syukur.
Karena pada
hal yang terukur jumlahnya, kita menjadi rakus memiliki. Kita menjadi lapar melahap. Kita menjadi
dahaga siang malam.
Sedang pada
kepasrahan, kita mengakui diri sebagai hamba, yang memiliki Pengatur, yang siap
diatur Tuhannya.
Pun pada
rasa cukup, kita melipur lara dari begitu banyak kilatan kilatan duniawi yang
melenakan. Kita mampu melapang dada, menutup mata dari milik orang lain yang
penuh binar untuk kemudian memandangi syahdu pemberian Tuhan kepada kita.
Tidak ada yang
lebih mengenali diri kita selain penciptanya.
Menjadi
tenang adalah pilihan kita untuk berayun di antara dua rasa itu, atau tersesat
di labirin mengejar fatamorgana yang pada akhirnya adalah fana.
__________
larut malam, 11 Januari 2020
0 Comments