Kalau kita sulit bersyukur dan sering merasa kekurangan, jangan-jangan kita terlalu banyak menyimpan sesuatu yang tidak kita butuhkan.
Baiklah, seperti biasa, hal-hal menarik membuat saya ingin menuliskannya, terlebih hal menarik itu memenuhi hati saya ketika rinai hujan membasahi bumi. Padanan moment yang aesthetic untuk mulai merangkai kata.
Sebelum hari libur dan perpustakaan SPIDI tutup, saya mengamankan 2 buku untuk mengisi waktu liburan semester ini. Meskipun saya menyenangi liburan di alam terbuka, tapi bahkan hanya duduk atau berbaring santai di rumah sambil membaca juga sudah merupakan liburan yang indah bagi saya. Tentu saja, dengan segelas kopi hangat yang menemani.
Hal menarik yang saya dapatkan kali ini mungkin bukan suatu gagasan yang baru. Tapi tetap terasa mewah dan bermakna ketika dikaji. Minimalisme.
Buku The Life Changing Magic of Tidying Up –Seni Beberes ala Marie Kondo– adalah titik mula saya menyukai gagasan minimalisme. Jika kalian mudah lelah, susah berkonsentrasi, dan kehilangan makna hidup, buku ini sangat saya rekomendasikan. Kenyataannya, kita bukannya butuh kalimat motivasi yang menggugah untuk melangkah lebih maju, kita hanya perlu beberes. Yap! Menata ruangan kita dan mengurangi benda-benda yang menghabiskan energi di sekitar kita adalah langkah sederhana yang berdampak besar.
Marie Kondo banyak mengajarkan cara menata, membangun mindset kebersihan dan kerapihan, mengajarkan energi yang tersimpan pada benda, bagaimana mencintai kehidupan kita, dan tentu saja, cara menghargai sekaligus melepaskan ikatan dengan barang-benda di sekitar kita. Saya membaca buku ini di tahun 2021, dan berbenah menjadi hal yang sangat menyenangkan.
Fumio Sasaki dengan bukunya Goodbye Things sedikit banyak membahas hal yang sama. Buku yang tidak begitu tebal dengan bahasa yang mengalir ini membuat saya betah sekali membacanya. Kalau Marie Kondo mengajarkan teknik beberes dan mengenali energi benda disekitar kita –mana benda yang membawa kebahagiaan untuk dipertahankan dan mana benda yang menyerap energi dan membuat kita lelah saja–, Fumio Sasaki dengan riang mengisahkan perjalanan dirinya menemukan arti kehidupan setelah menyingkirkan hampir seluruh barang-benda yang dimilikinya.
“Minimalisme bukanlah tujuan melainkan cara untuk mencapai tujuan…” kalimat Fumio Sasaki yang saya garis-bawahi dengan cermat.
Yap, tujuan dari gagasan minimalisme bukan agar kita hidup dengan sedikit barang, atau menjadi sangat hemat dalam berbelanja, atau menjadi paranoid dengan benda. Sungguh, gagasan ini bukan tentang itu. Tapi bagaimana kita menjadi pribadi yang lebih bersyukur, menghargai kehidupan, mengisi setiap moment dengan kehadiran diri yang utuh, mengenali potensi diri dan tidak menggantungkan nilai diri pada harga beli barang yang kita pakai.
Di lembaran awal buku, Fumio menampilkan begitu banyak gambar koleksi barang-barang yang pernah ia miliki, menyampaikan pada kita bahwa ia pernah hidup dengan ikatan kebendaan seperti itu. Namun ketika ia sedikit demi sedikit melepaskan ikatan itu, bukan hanya ruangan apartemennya yang menjadi luas, tapi perasaan dan pikirannya menjadi lapang dan jernih.
Perspektifnya dalam menilai sesuatu menjadi lebih positif. Hubungan sosialnya lebih tulus sebab ia tidak lagi menempatkan nilai orang lain karena harga barang yang dimilikinya atau status sosialnya di tengah masyarakat, ia menjadi pribadi yang lebih ringan dalam menjalani hari-hari, hatinya selalu dipenuhi kesyukuran bahkan di situasi yang tidak menyenangkan sekalipun, bahkan pada bidang pekerjaan yang ditekuninya, ia bertumbuh dan mulai mencoba hal-hal baru.
MasyaAllah. Sebesar itu dampak dari meminimalisir atau mengurangi benda di sekitar kita.
Fumio Sasaki juga menuliskan lingkaran setan benda-benda. Bahwa ketika kita menghadirkan satu benda dalam hidup kita, benda itu tidak akan datang sendiri, ia akan datang bersama teman-temannya yang lain. Untuk memahami kalimat ini dengan baik, kalian harus membaca bukunya.
Demikian sebenarnya kita telah diingatkan dalam Alquran.
Al haaku mut takathur. Hatta zurtumul-maqoobir,
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Benarlah, sebagian besar benda disekitar kita adalah perwujudan nafsu bermegah-megah kita. Saya tertegun ketika membaca pengalaman spiritual yang dirasakan Fumio setelah meminimalisir barang-barangnya, ia merasa menjadi kaya dan lebih mudah bersyukur ketika hanya sedikit barang yang dimilikinya, sebelumnya, bahkan ketika ia telah membeli banyak barang yang menyesaki ruangan apartemennya, selalu saja di hatinya disisipi perasaan ada sesuatu yang kurang.
Terakhir, Fumio Sasaki mengaku tidak hanya melepaskan benda-benda yang tidak ia butuhkan, tapi juga benda yang ia cintai sepenuh hatinya. Jika Marie Kondo mengajarkan kita mengenali mana benda yang membangkitkan kebahagiaan, Fumio Sasaki merekomendasikan kita untuk belajar melepaskan bahkan jika itu adalah benda yang kita cintai dan paling berharga.
Dengan begitu, kita sepenuhnya bebas.
Googbye Things.
____
Nah, sekian review bukunya.
Setelah membaca ini, saya tidak jadi membeli sofa, tidak jadi memesan gantungan baju, membatalkan ke toko perlengkapan rumah untuk membeli tempat sampah, piring medium untuk lauk, dan beberapa hiasan dinding, juga membatalkan beli sprei rumbai yang dipesan khusus di toko online.
Alih-alih yang saya lakukan adalah menata ruang tamu dengan konsep lesehan, cukup karpet dan meja saja (siapa sangka sekarang saya betah duduk di ruang tamu dan menjadikannya ruang menulis), mengeluarkan semua jenis pakaian yang tidak terpakai, (kebanyakan baju yang sudah tidak muat tapi masih sayang dan menunggu kapan-kapan berat badan saya turun dan bisa terpakai lagi), memilah buku-buku, mengeluarkan 2 kantong besar perabot dapur yang sudah lama tertimbun dalam lemari, 1 kantongan besar pakaian layak pakai dan tidak layak pakai, 1 keranjang besar sampah kertas, dan menyisihkan tas dan dompet yang hanya terpakai sekali-kali, lalu …. Saya terkejut melihat begitu banyak benda di rumah ini.
Seperti kata Fumio Sasaki, minimalisme bukan tujuan, tapi cara mendapatkan tujuan.
Setelah beberes dan menyingkirkan semua benda-benda itu, saya bisa lebih jernih melihat peta hidup saya. Alhamdulillah.
0 Comments